Perempuan berambut hitam panjang itu berdiri di atas podium berlogo United Nation—atau Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan suara tegas, ia bercerita tentang kelompok termarginalisasi yang memiliki resiko tinggi tertular HIV di Indonesia, seperti pecandu narkoba, pekerja seks komersial, transgender, narapidana hingga pengungsi. Mereka, ujarnya, kerap kali ditolak dan tak mendapatkan akses terhadap pencegahan, perawatan, dan support atas HIV/AIDS.
“Di sini saya bertanya, bukankan kita semua adalah manusia yang memiliki hak yang sama,” ujarnya.
Ia, adalah seorang perempuan Indonesia bernama Suksma Ratri. Di tahun 2008, perempuan ini berbicara di depan forum PBB, sebagai perwakilan dari Coordination of Action Research on AIDS and Mobility (CARAM) wilayah Asia.
HIV, bukan satu hal yang asing dari kehidupan Ima, begitu ia biasa dipanggil. Bahkan sebenarnya, virus ini telah bersarang di tubuhnya, setelah ia didiagnosis positif pada tahun 2006. Namun diagnosis ini, tak lantas membuat Ima kehilangan arah dan semangat hidup. Yang terjadi, justru sebaliknya.
”Pencapaian utama saya setelah dinyatakan positif HIV adalah saya menjadi manusia baru yang lebih optimis dibandingkan saya dulu,” ujarnya, seperti dikutip dalam sebuah media massa.
Selain membesarkan putri semata wayangnya dan bekerja sebagai Communication Officer pada sebuah organisasi non profit , ia juga aktif sebagai General Operating Director dalam Inspirasi Indonesia (NSPR12), yakni kelompok kerja yang memfokuskan diri pada kampanye Hak Asasi Manusia dan anti kekerasan seksual.
Virus HIV datang ke kehidupan Ima bersama seorang lelaki yang dinikahinya. Sebelum menikah, ia sebelumnya sudah mengetahui bahwa calon pendampingnya ini adalah mantan pemakai narkoba suntik, karena itu ia mengajaknya untuk melakukan tes HIV/AIDS. Namun calon suaminya ini berkelit pada permintaannya. “Dia bilang sudah pernah tes dan hasilnya negatif, padahal dia belum pernah tes sama sekali sebelumnya,” ujarnya.
Setelah menikah, ada kenyataan pahit lain yang harus diterimanya. Suaminya yang kala itu tak memiliki pekerjaan, ternyata adalah seorang yang kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Tak hanya melakukan kekerasan verbal pada Ima, ia juga mengontrol keuangan dengan sewenang-wenang, mengekang pergaulannya, bahkan melakukan kekerasan fisik saat Ima tengah mengandung. Akhirnya dengan membawa Srikandhi, anak perempuannya, Ima memutuskan bercerai dengan sang suami.
Setahun kemudian datang SMS dari mantan suaminya, yang meminta ia dan anaknya untuk melakukan tes HIV. Hasilnya, ia divonis positif, sementara buah hatinya bebas dari virus tersebut. Yang patut dicatat, Ima menerima vonis ini dengan tenang dan rasional, termasuk saat memberi tahu teman terdekat dan keluarganya. “Rasa sedih dari beberapa anggota keluarga sudah pasti ada, tapi saat mereka melihat kalau saya baik-baik saja, akhirnyanggak ada kekhawatiran lagi,” ujarnya.
Meski HIV dan AIDS memiliki stigma buruk di mata masyarakat, Ima tak pernah menutupi statusnya. Ia bahkan terbuka menjawab pertanyaan tentang kondisinya ini dan menjadi seorang aktivis mengenai AIDS. Ia bergabung dengan Rumah Cemara, LSM yang memperhatikan masalah kaum marginal, hingga menjadi Communications and Consultations Facility Programme Assistant pada UNAIDS.
Menurutnya, salah satu stigma ini muncul karena masyarakat yang masih banyak yang belum mengerti tentang penyakit ini. Masih ada pandangan bahwa hanya kelompok tertentu yang akan terinfeksi, padahal masyarakat umum, termasuk ibu rumah tangga yang setia pada suaminya pun, beresiko terkena virus ini.
“Saya rasa untuk memerangi stigma dan diskriminasi itu harus dengan keterbukaan dan kejujuran, selain itu juga dengan penerimaan diri,” ujarnya.
Ima, tidak pernah marah dan menyesali kondisinya kini. Ia memilih untuk tetap berkarya dan berpikir positif tentang keadaannya. “Buat saya, HIV ini mungkin menutup satu pintu dalam hidup saya, tapi dia juga membuka seribu jendela. I see it as a blessing in disguise,” ujar Ima.
Baca Juga :
Kisah Kakek Sadiman, Pahlawan Kehidupan dari Lereng Gunung Gendol
Kanker Payudara Tak Surutkan Semangat Wanita Ini
Cerita Tentang Mereka yang Bertaruh Nyawa untuk Memadamkan Api